QASHASHUL DAN AMTSALUL QUR’AN
Ulumul Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam Al Qur’an terdapat beberapa pokok-pokok kandungan. Diantara pokok-pokok kandungan Al Qur’an ialah aqidah, syariah, akhlak, sejarah, iptek, dan filsafat. Sebagian orang menyerupai Mahmud Syaltut, membagi pokok anutan Alquran menjadi dua pokok ajaran, yaitu Akidah dan Syariah.[1] Namun sesuai dengan tema makalah ini hanya akan dijelaskan secara lebih rinci terkait dengan bidang sejarah.
Kandungan Alquran perihal sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah Qashashul Qur’an (kisah-kisah Al-Quran). Bahkan ayat-ayat yang berbicara perihal kisah jauh lebih banyak ketimbang ayat-ayat yang berbicara perihal hukum. Hal ini memperlihatkan kode bahwa Alquran sangat perhatian terhadap persoalan kisah, yang memang di dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah).
Betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik dan mempesona oleh tamsil. Karena itulah makna tamsil lebih sanggup mendorong jiwa untuk mendapatkan makna yang dimaksudkan dan menciptakan kecerdikan merasa puas dengannya.
Dan tamsil ialah salah satu uslub Al-Qur’an dalam mengungkapkan aneka macam klarifikasi dan segi-segi kemukjizatannya. Diantara para ulama ada sejumlah orang menulis sebuah kitab yang secara khusus membahas perumpamaan-perumpamaan (amtsal) dalam qur’an, dan ada pula yang hanya menciptakan satu cuilan mengenainya dalam salah satu kitabnya-kitabnya. Kelompok pertama, misalnya, Abu Hasan al-Maturidi sedang kelompok kedua, antara lain, al-Itqan dan Ibnu Qayyim dalam A’lamul Muwaqqi’in. Bila kita meneliti amtsal dalam qur’an yang mengandung penyerupaan (tasybih) sesuatu dengan hal serupa lainnya dan penyamaan antara keduanya dalam hukum, maka amtsal demikian mencapai jumlah lebih dari empat puluh buah.
Hakikat-hakikat yang tinggi dari makna dan tujuannya akan lebih menarik bila dituangkan dalam kerangka ucapan yang baik dan mendekatkan pada pemahaman, melalui analogi dengan sesuatu yang telah diketahui secara yakin. Tamsil (membuat pemisalan, perumpamaan) merupakan kerangka yang sanggup menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang mistik dengan yang hadir, yang ajaib dengan yang kongkrit, dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa.
Allah memakai banyak perumpamaan (amtsal) dalam Al-Qur’an. Perumpamaan-perumpamaan itu dimaksudkan semoga insan memperhatikan, memahami, mengambil pelajaran, berpikir dan selalu mengingat. Sayangnya banyaknya perumpamaan itu tidak selalu menciptakan insan mengerti, melainkan tetap ada yang mengingkarinya/ tidak percaya. Karena memang tidaklah gampang untuk memahami suatu perumpamaan. Kita perlu ilmu untuk memahaminya. Sudah digambarkan dengan perumpamaan saja masih susah apalagi tidak. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mencoba menjelaskan sedikit perihal ilmu amtsal Al-Qur’an.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Qashashul dan Amtsalul Qur’an
2. Macam-macam Qashashul dan Amtsalul Qur’an
3. Faedah-faedah Qashashul dan Amtsalul Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN QASHASHUL DAN AMTSALUL QUR’AN
Dari segi bahasa, kata Qashash berasal dari bahasa arab al Qashshu atau Al Qishshatu yang berarti cerita.[2] dikatakan قَصَصْتُ أَثَرَهً artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al qashash ialah bentuk masdar. Firman allah: فَارْتَدَّا عَلىٰ آثَارِهِمَاقَصَصًا (QS. al kahfi :64). Dan firman allah melalui verbal ibu Musa: وَقَالَتْ لأُ خِتِهِ قُصِّيهِ (dan berkatalah ibu musa kepada saudaranya yang perempuan: ikutilahdia.) (QS. al qashash : 11). Maksudnya, ikutilah jejaknya hingga kau melihat siapa yang mengambilnya.
Qashash berarti isu yang berurutan. Firman allah: إِنْ هَذَا لَهُوَالْقَصَصُ الْحَقُّ (sesungguhnya ini ialah isu yang benar.) [ali imran : 62]. Sedang Al-Qishah berarti urusan, berita, kasus dan keadaan. Qashash Al-Qur’an ialah pemberitaan Qur’an perihal hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[3]
Sedangkan Amtsal berasal dari bahasa arab أمثل – يمثل - إمثالا " " ialah bentuk jamak dari matsal, dan matsal sama dengan syabah, baik lafadz maupun maknananya. Dalam sastra ”مثل” ialah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah popular dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan. Maksudnya, menyerupakan sesuatu (seseorang, keadaan) dengan apa yang terkandung dalam perkataan itu, misalnya; رب رمية من غير رام (betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa sengaja), artinya ; betapa banyak lemparan panah yang mengenai target itu dilakukan sesorang pelempar yang biasanya tidak tepat lemparannya. Orang pertama yang mengucapkan masal ini ialah al-Hakam bin Yagus An-Nagri.[4]
Masal ini dia katakan kepada orang yang biasanya berbuat salah yang adakala ia berbuat benar. Atas dasar inilah, masal harus memiliki maurid (sumber) yang kepadanya sesuatu yang lain diserupakan.
Secara garis besarnya, Amtsal ialah menonjolkan makna dalam bentuk perkataan yang menarik dan padat serta memiliki efek mendalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih ataupun perkataan bebas (lepas, bukan tasybih).[5]
B. MACAM-MACAM QHASHASUL DAN AMTSALUL QUR’AN
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada tiga macam.
Pertama, kisah para Nabi terdahulu. Kisah ini mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, perilaku orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Isa.
Kedua, kisah-kisah menyangkut pribadi-pribadi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, menyerupai kisah Maryam, Lukman, Dzulqarnain, Qarun dan Ashabul kahfi.
Ketiga, kisah-kisah menyangkut peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW. Seperti perang badar, perang uhud, perang ahzab,bani quraizah, bani nadzir dan zaid bin haritsah dengan bubuk lahab.
Macam-macam amtsal dalam Al-Qur’an.
1. Amtsal Musarrahah, ialah yang didalamnya dijelaskan dengan lafadz masal atau sesuatu yang memperlihatkan tasybih. Amsal menyerupai ini banyak ditemukan dalam Al-Qur’an, antara lain;
QS. Al-Baqarah [2] ; 17-20
مثلهم كمثل الذى استوقدنارا فلما أضاءت ماحوله, ذهب الله بنورهم وتركهم فى ظلمت لا يبصرون © صم بكم عمى فهم لا يرجعون © أوكصيب من السماء فيه ظلمت ورعد وبرق يجعلون أصبعهم فى ءاذانهم من الصواعق حذر الموت, والله محيط بالكفرين © يكاد البرق يخطف أبصرهم, كلما أضاءلهم مشوفيه وإذا أظلم عليهم قامو, ولوشاءالله لذهب بسمعهم وأبصرهم, إن الله على كل شيئ قدير©
Artinya ; ”Perumpamaan mereka ialah menyerupai orang yang menyalakan api , Maka sesudah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak sanggup melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau menyerupai (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati . dan Allah mencakup orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, pasti Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
2. Amtsal Kaminah, yaitu yang didalamnya tidak disebutkan dengan terang lafadz tamsil (pemisalan), tetapi ia memperlihatkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya, dan memiliki efek tersendiri bila dipindahkan kepada orang yang serupa dengannya. Untuk masal ini mereka mengajukan sejumlah contoh, diantaranya ;
a. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan ; خير الأمور أوساطها (sebaik-baik urusan ialah pertengahannya), yaitu ;
قالواادع لنا ربك يبين لنا ما هي, قال إنه يقول إنها بقرة لافارض ولابكر, عوان بين ذلك, فافعلوا ما تؤمرون
Artinya ; mereka menjawab : ”mohonkanlah kepada tuhanmu untuk kami, semoga dia membuktikan kepada kami, sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: ”sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi betina yang tidak renta dan tidak muda; pertengahan antar itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. QS. Al-Baqarah ; 68
b. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan ; ليس الخير كالمعاينة (kabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri), hal ini sama menyerupai firman Allah SWT ;
وإذقال إبراهيم رب أرني كيف تحى الموتى, قال أولم تؤمن, قال بلى ولكن ليطمئن قلبى, قال فخذ أربعة من الطيرفصرهن إليك ثم اجعل على كل جبل منهن جزءا ثم ادعهن يأتينك سعيا, واعلم إن الله عزيز حكيم
Artinya ; Dan (ingatlah) dikala ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana menghidupkan orang mati”. Allah berfirman: “belum yakinkah kamu?”. Ibrahim menjawab : “Aku telah meyakininya, akan tetapi semoga hatiku tetap mantap (dengan imanku). Allah berfirman ; (kalau demikian) ambillah empat ekor burung, kemudian cingcanglah semua olehmu. (Allah berfirman) : ”lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu cuilan dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, pasti mereka tiba kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS. Al-Baqarah ; 260
c. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan ; كَمَا تَدِيْنُ تُدَانُ (sebagaimana kau telah menghutangkan, maka kau akan bayar), contohnya ;
من يعمل سوءا يجزبه ولا يجد له من دون الله وليا ولا نصيرا
Artinya ; “Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, pasti akan diberi pembalasan dengan kejahatannya itu dan ia tidak menerima pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah”. QS. An-Nisa’ ; 123
d. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan ; لَا يَلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ مَرَّتَيْنِ (orang mukmin tidak akan disengat tiga kali dari lubang yang sama), contohnya firman Allah melalui verbal Ya’qub ;
فلما رجعوا إلى أبيهم قالوا يا أبانا منع منا الكيل فأرسل معنا أخانا نكتل وإنا له لحفظون
Arinya ; Maka tatkala mereka kembali kepada ayah mereka (Ya’qub) mereka berkata : ”Wahai ayah kami, kami tidak akan menerima sukatan (gandum) lagi, (jika tidak membawa saudara kami), karena itu biarkanlah saudara kami pergi gotong royong kami supaya kami menerima sukatan, dan bahwasanya kami benar-benar akan menjaganya. QS. Yusuf ; 63
3. Amtsal Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak memakai lafadz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal. Adapun contohnya sebagai berikut :
a. ’’...ألأن خصص الحق...”
Artinya : ”Sekarang ini jelaslah kebenaran itu.” (QS. Yusuf ; 51)
b. ” ليس لها من دون الله كاشفة”
Artinya ; ”Tidak ada yang kan menyatakan terjadinya hari itu selain dari Allah.” (QS. An-Najm [53] ; 58)
c. ”... قضي الأمر الذى فيه تستفتيان”
Artinya ; ”Telah diputuskan kasus yang kau berdua menanyakannya (kepadaku).” (QS. Yusuf [12] ; 41)
d. ”... أليس الصبح بقريب”
Artinya ; ”Bukankah subuh itu sudah dekat?.” (QS. Hud ; 81)
e. ”... وعسى أن تكوهو شيئا وهو خيرلكم”
Artinya ; ”Boleh jadi kau membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2] ; 216)
Para ulama berbeda pendapat perihal ayat-ayat yang mereka namakan amtsal mursalah ini, apa atau bagaimana aturan mempergunakannya sebagai matsal. Sebagian jago ilmu memandang hal demikian sebagai telah keluar dari budbahasa Qur’an. Berkata ar-Razy dikala menafsirkan ayat, لكم دينكم وليدين ”untukmulah agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun [109] ; 6) ;
Sudah menjadi tradisi orang, mengakibatkan ayat ini sebagai matsal (untuk membela, membenarkan perbuatannya). Ketika ia harus meninggalkan agama, padahal hal demikian tidak dibenarkan. Sebab Allah menurunkan Al-Qur’an bukan untuk dijadikan matsal, tetapi untuk direnungkan dan kemudian diamalkan isi kandungannya”.[6]
C. FAEDAH-FAEDAH QHASHASUL DAN AMTSALUL QUR’AN
Faedah Qhashasul Qur’an dalam Al-Qur’an.
1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Nabi.
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin perihal menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
3. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4. Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
5. Menyibak kebohongan jago kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
Faedah Amtsalul Qur’an dalam Al-Qur’an.
1. Menonjolkan sesuatu yang hanya sanggup dijangkau dengan kecerdikan menjadi bentuk kongkrit yang sanggup dirasakan atau difahami oleh indera manusia.
2. Menyingkapkan hakikat dari mengemukakan sesuatu yang tidak nampak menjadi sesuatu yang seolah-olah nampak. Contoh :
الذين يأكلون الربوا لا يقومون إلا كما يقوم الذى يتخبته الشيطن من المس, ذلك بأنهم قامو إنما البيع مثل الربوا, وأحل الله البيع وحرم الربوا, فمن جاءه موعظة من ربه, فانتهى فله ما سلف وأمره الى الله, ومن عاد فألئك أصحب النار, هم فيها خلدون.
Artinya ; “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak sanggup bangun melainkan menyerupai berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, ialah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah hingga kepadanya larangan dari Tuhannya, kemudian terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum tiba larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu ialah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” QS. Al-Baqarah: 275
3. Mengumpulkan makna yang menarik dan indah dalam ungkapan yang padat, menyerupai dalam amtsal kaminah dan amtsal mursalah dalam ayat-ayat di atas.
4. Memotivasi orang untuk mengikuti atau mencontoh perbuatan baik menyerupai apa yang digambarkan dalam amtsal
5. Menghindarkan diri dari perbuatan negatif.
6. Amtsal lebih besar lengan berkuasa pada jiwa, lebih efektif dalam memperlihatkan nasihat, lebih kuat dalam memperlihatkan peringatan dan lebih sanggup memuaskan hati. Dalam Al-Qur’an Allah swt. Banyak menyebut amtsal untuk peringatan dan supaya sanggup diambil ibrahnya.
7. Memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.[7]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari keteranagan diatas sanggup kami simpulkan bahwa Qashashul Qur’an itu sendiri ialah pemberitaan Qur’an perihal hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Sedangkan Amtsal berasal dari bahasa arab أمثل – يمثل - إمثالا " " ialah bentuk jamak dari matsal, dan matsal sama dengan syabah, baik lafadz maupun maknananya. Dalam sastra ”مثل” ialah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah popular dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan.
SARAN
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun sangan mengharap kritik serta saran yang konstruktif demi perbaikan makalah ini sehingga sanggup disempurnakan dengan lebih baik lagi. Syukron katsiron .
DAFTAR PUSTAKA
Ø Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966).
Ø Ahmad Warson Munawwir, kamus Al-Munawwir (Yogyakarta: UPBIK pondok pesantren krapyak, 1984).
Ø Al Khattan, Manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera antar Nusa, 1996) cetakan ke-3.
Ø Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1989).
Ø Qalyubi, Shihabuddin. Stilistika al-Qur'an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur'an, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997).
Ø Kadar M Yusuf, study al-Qur’an ( Jakarta : Amzah. 2009).
[1] Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966), hlm. 11
[2] Ahmad Warson Munawwir, kamus Al-Munawwir (Yogyakarta: UPBIK pondok pesantren krapyak, 1984), hal. 1210.
[3] Al Khattan, Manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera antar Nusa, 1996) cetakan ke-3.
[4] Ibid. hal, 56
[5] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1989)
[6] Qalyubi, Shihabuddin. Stilistika al-Qur'an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur'an, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997).
[7] Kadar M Yusuf, study al-Qur’an ( Jakarta : Amzah. 2009) hal, 88
Advertisement