Metodologi Pendidikan Islam
A. Pendahuluan
Semakin berkembangnya dunia zaman kini banyak mengakibatkan perubahan dalam diri dunia Islam itu sendiri. Baik dari segi agama, pendidikan, politik dan seterusnya. Perubahan tersebut lebih cenderung dalam hal yang negatif, terutama dalam bidang pendidikan. Yang mengakibatkan adanya sikap serba boleh dan sikap memanjakan dari pihak orang tua. Hal tersebut sangat mensugesti psikis akseptor didik dalam proses belajarnya. Tidak hanya dari pihak orang tua, tapi dari pihak pendidikan yang akan disampaikannya. Sehingga mengakibatkan dunia akseptor didik itu sia-sia. Pemberian andel yang cukup banyak dalam kesia-siaan tersebut yaitu metode pendidikan barat yang sepertinya telah menjadi kiblat pendidikan kita. Sebenarnya Islam mempunyai metode pendidikan yang tepat kepada umat manusia, terutama dalam bidang pendidikan.
Dalam pelakasaan pendidikan Islam sangat dibutuhkan adanya metode yang tepat, efektif, dan efisien dengan tujuan untuk menghantarkan tercapainya suatu tujuan pendidikan yang telah direncanakan dan dicita-citakan. Materi yang baik dan benar saja tidak akan tercover dengan baik jikalau tidak diimbangi dengan metode yang baik pula. Oleh karena itu, kebaikan suatu materi yang akan disampaikan dalam ranah pendidikan harus ditopang dengan adanya metode pendidikan.
Saat ini, akseptor didik seakan jenuh dan frustasi dengan tumpukan kiprah dari beberapa meta pelajaran atau mata kuliah yang dijejalkan oleh forum pendidikan. Perasaan ini tentu saja tidak muncul begitu saja, namun karena ada sederetan faktor lain yang ikut berperan, menyerupai keterpurukan moral. Materi yang ada dianggap paket dari langit sehingga tidak perlu disentuh dengan tangan kreatif dan inovatif dari para pendidik. Materi dan metode seakan “jimat” yang dekeramatkan sehingga tidak pernah diubah dan dikembangkan.
Metode pembelajaran yang digunakan selama ini lebih banyak memakai model ceramah tanpa sentuhan kreasi dan motivasi yang menciptakan akseptor didik sanggup berdiri untuk melompat mencari potensi dan mengembangkannya. Metode pembelajaran yang monoton ini tentu saja menjadikan akseptor didik tertekan dan seakan ingin lari dari kelasnya.[1]
Dalam adagium ushuliyah dikatakan bahwa, “al-amru bi sya’i amru bi wasailihi, wa li al-wasail hukm al-maqashidi”. Artinya, perintah pada sesuatu (termasuk di dalamnya yaitu pendidikan) maka perintah pula mencari mediumnya (metode), dan bagi medium hukumnya sama halnya dengan apa yang dituju. Senada dengan adagium itu fitman Allah SWT. dalam surat al-maidah ayah 35:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#þqäótGö/$#ur Ïmøs9Î) s's#Åuqø9$# (#rßÎg»y_ur Îû ¾Ï&Î#Î6y öNà6¯=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇÌÎÈ
35. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kau menerima keberuntungan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari metodologi pendidikan Islam?
2. Bagaimana metode pendidikan Islam?
3. Bagaimana pendekatan dan taktik pendidikan Islam?
4. Bagaimana teknik pendidikan Islam?
C. Pembahasan
1. Pengertian dari metodologi pendidikan Islam
Metodologi berasal dari bahasa Yunani “metodos”, kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Metodologi yaitu ilmu-ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran memakai penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.
Metode yang umum dikenal dalam dunia pendidikan hingga kini yaitu metode ceramah, metode diskusi, metode eksperimen, metode demonstrasi, metode derma tugas, metode sosiodarma, metode drill, metode kerja kelompok, metode tanya jawab, metode proyek, metode bersyarah, metode simulasi, metode model, metode karya wisata, dan sebagainya.
Semua metode ini sanggup dipergunakan berdasarkan kepentingan masing-masing, sesuai dengan pertimbangan materi yang akan diberikan serta kebaikan dan keburukannya masing-masing. Dengan kata lain, pemilihan dan penggunaan metode tergantung pada nilai efektivitasnya masing-masing. Selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip aliran Islam, metode tersebut boleh dipergunakan dalam pendidikan Islam.[2]
Dalam literatur ilmu pendidikan, khususnya ilmu pengajaran, sanggup ditemukan banyak metode pengajaran. Adapun metode mendidik, selain dengan cara mengajar, tidak terlalu dibahas oleh para ahli. [3]
Perumusan pengertian metode biasanya disandingkan dengan teknik, yang mana keduanya saling berhubungan. Metode pendidikan islam yaitu mekanisme umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas perkiraan tertentu wacana hakikat islam sebagai suprasistem. Sedangkan teknik pendidikan islam yaitu langkah-langkah kasatmata pada waktu seorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas. Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada akseptor didik. Sedangkan Abd al-Aziz mengartikan metode dengan cara-cara memperoleh informasi, pengetahuan, pandangan, kebiasaan berfikir, serta cinta kepada ilmu, guru dan sekolah. Kaprikornus teknik merupakan pengejawantahan dari metode, sedangkan metode merupakan pembagian terstruktur mengenai dari asumsi-asumsi dasar dari pendekatan materi Islam.
Apabila metode dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, metode mempunyai fungsi ganda, yaitu bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis bilamana metode memakai kegunaan yang serbaganda (multipurpose), contohnya suatu metode tertentu pada suatu situasi-kondisi tertentu sanggup digunakan untuk merusak, dan pada kondisi yang lain bisa digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya sanggup bergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya, monoprogmatis bilamana metode mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis, dan kebermaknaan berdasarkan kondisi sasarannya, mengingat target metode yaitu manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.[4]
Tujuan diadakan metode yaitu menjadikan proses dan hasil berguru mengajar aliran islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan mengakibatkan kesadaran akseptor didik untuk mengamalkan ketentuan aliran islam melalui teknik motivasi yang mengakibatkan semangat berguru akseptor didik secara mantap.
2. Metode pendidikan Islam
Abdurrahman An-Nahlawi (1989:283-284) mengemukakan bahwa ada beberapa metode yang dipergunakan dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Pendidikan dengan Hiwar Qurani dan Nabawi.
2. Pendidikan dengan Kisah Qurani dan Nabawi.
3. Pendidikan dengan perumpamaan.
4. Pendidikan dengan teladan.
5. Pendidikan dengan latihan dan pengamalan.
6. Pendidikan dengan ‘Ibrah dan Mau’izhah.
7. Pendidikan dengan Targhib dan Tharib.
1. Pendidikan dengan Hiwar Qurani dan Nabawi
Hiwar (dialog) yaitu percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab atau mengenai suatu topik yang mengarah kepada suatu tujuan. Hiwar Qurani merupakan obrolan yang berlangsung antara allah dan hambaNya. Sedangkan Hiwar Nabawi yaitu obrolan yang digunakan oleh Nabi dalam mendidik sahabatnya.
2. Pendidikan dengan Kisah Qurani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam , kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak sanggup diganti dengan bentuk penyampaian lain dari bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qurani dan Nabawi mempunyai beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai imbas psikologis dan edukatif yang sempurna, rapi, dan jauh jangkauannya seiring dengan perjalanan zaman.
3. Pendidikan dengan Perumpamaan
Pendidikan dengan perumpamaan dilakukan dengan menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang kebaikan dan keburikannya telah diketahui secara umum, seoerti menyerupakan orang-orang musyrik yang menjadikan pelindung selain Allah dengan laba-laba yang menciptakan rumahnya. (QS. Al-Ankabut (29):41)
Tujuan pedagogis yang paling penting yang sanggup ditarik dari perumpamaan yaitu ;
a. Mendekatkan makna kepada pemahaman;
b. Merangsang kesan dan pesan yang berkaitan demgan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut;
c. Mendidik budi supaya berfikir benar dan memakai kias (silogisme) yang logis dan sehat;
d. Menggerakkan perasaan yang menggugah kehendak dan mendorongnya untuk melaksanakan amal yang baik dan menjauhi kemungkaran. (An-Nahlawi, 1989:355-362)
4. Pendidikan dengan Teladan
Pendidikan dengan teladan sanggup dilakukan oleh pendidik dengan menampilkan sikap yang baik di depan akseptor didik. Penampilan sikap yang baik (akhlak al-karimah) sanggup dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja.
Keteladanan yang disengaja yaitu keadaan yang sengaja diadakan oleh pendidik biar diikuti atau ditiru oleh pesrta didik, menyerupai memperlihatkan teladan membaca yang baik dan mengerjakan shalat dengan benar. Keteladanan ini disertai klarifikasi atau perintah biar diikuti. Keteladanan yang tidak disengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhladan, dan sebagainya. Dalam pendidikan Islam, kedua macam keteladanan tersebut sama pentingnya. (Ahmad Tafsir,1972:143)
5. Pendidikan dengan Latihan dan Pengamalan
Salah satu metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mendidik sahabatmya yaitu denmgan latihan, yaitu memperlihatkan kesempatan kepada para sobat untuk mempraktikan cara-cara melaksanakan ibadah secara berulang kali. Metode menyerupai ini diharapkan oleh pendidik untuk memperlihatkan pemahaman dan membentuk ketrampilan akseptor didik.
6. Pendidik dengan ‘Ibrah dan Mau’izhah
Pendidikan dengan‘Ibrah dilakukan oleh pendidik dengan mengajak akseptor didik mengetahui inti sari suatu kasus yang disaksikan, diperhatikan, diinduksi, ditimbang-timbang, diukur, dan diputuskan oleh insan secara nalar, sehingga kesimpulannya sanggup mensugesti hati. Misalnya akseptor didik diajak untuk merenungkan kisah Nabi Yusuf yang dianiaya oleh saudara-saudaranya dan mengambil pelajaran dari kisah tersebut.
Pendidik dengan mau’izhah yaitu derma nasehat dan peringatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara menyentuh qalbu dan menggugah untuk mengamalkannya (An-Nahlawi, 1989:403). Mau’izhah sanggup berbentuk nasehat dan tazkir (pengingatan)
7. Pendidik dengan Targhib dan Tarhib
Targhib yaitu akad yang disertai dengan bujukan dan menciptakan bahagia terhadap suatu maslahat, kenikmatan atau kesenangan alam abadi yang niscaya dan baik serta higienis dari segala kotoran. Sedangkan tarhib yaitu bahaya dengan siksaan sebagai akhir melaksanakan dosa atau kesalahan yang dihentikan oleh Allah atau karena lengah dari menjalankan kewajiban yang diperintahksn Allah (an-Nahlawi, 1989: 412)
Mendidik dengan targhib yaitu memberikan hal-hal yang menyenangkan kepada akseptor didik biar ia mau melaksanakan sesuatu dengan baik. Mendidik dengan tarhib yaitu memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan biar akseptor didik melaksanakan sesuatu atau tidak melakukannya.[5]
3. Pendekatan dan taktik pendidikan Islam
Perwujudan taktik pendidikan Islam sanggup dikonfigurasikan dalam bentuk metode pendidikan yang lebih luasnya meliputi pendekatan (approach). Untuk pendekatan pendidikan Islam, sanggup berpijak pada firman Allah (QS. Al-Baqarah (2):151) sebagai berikut:
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gt öNä3øn=tæ $oYÏG»t#uä öNà6Ïj.tãur ãNà6ßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
“sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kau yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kau dan mensucikan kau dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kau apa yang belum kau ketahui”.
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
“dan hendaklah ada di antara kau segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.
Dari kedua firman Allah tersebut, Jalaluddin Rahmat (1997:117-119) dan Zaenal Abidin Ahmad (1979: 138-140) merumuskan pendekatan pendidikan Islam dalam enam kategori, yaitu sebagai berikut.
1. Pendekatan Tilawah (Pengajaran)
Pendekatan tilawah ini meliputi membacakan ayat-ayat Allah yang bertujuan memandang fenomena alam sebagai ayat-Nya, mempunyai keyakinan bahwa Rabb Al-Alamin, serta memandang bahwa segala yang ada tidak diciptakan-Nya secara sia-sia belaka.
2. Pendekatan Tazkiyah (Penyucian)
Pendekatan ini meliputi menyucikan diri dengan upaya amar ma’ruf dan nahi munkar (tindakan proaktif dan tindakan reaktif). Pendekatan ini bertujuan untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungannya, mengembangkan dan memelihara adat yang baik, menolak dan menjauhi adat yang tercela, berperan serta dalam memelihara kesucian lingkungannya.
3. Pendekatan Ta’lim Al-Kitab
Mengajarkan kitab (Alqur’an) dengan menjelaskan aturan halal dan haram. Pendekatan ini bertujuan untuk membaca, memahami, dan merenungkan Alqur’an dan As-Sunnah sebagai keterangannya.Indikatornya yaitu pembelajaran membaca Al-Qur’an, diskusi wacana Al-Qur,an di bawah bimbingan para ahli, memonitor pengkajian Islam.
4. Pendekatan Ta’lim Al-Hikmah
Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan Ta’lim Al-Kitab, hanya saja bobot dan proporsi serta frekuensinya diperluas dan diperbesar. Indikator utama pendekatan ini yaitu mengadakan perenungan (reflective thinking), reinovasi, dan interpretasi terhadap pendekatan Ta’lim Al-Kitab. Pendekatan Ta’lim Al-Hikmah sanggup berupa studi banding antar forum pendidikan, antar forum pengkajian, antar forum penelitian, dan sebagainya sehingga terbentuk suatu consensus umum yang sanggup dipedomani oleh masyarakat Islam secara universal.
5. Yu’allim-kum maa lam Takuunu Ta’lamuun
Suatu pendekatan yang mengajarkan suatu hal yang memang benar-benar ajaib dan belum diketahui, sehingga pendekatan ini membawa akseptor didik pada suatu alam pemikiran yang benar-benar luar biasa. Pendekatan ini mungkin hanya sanggup dinikmati oleh para nabi dan rasul saja, menyerupai adanya mukjizat, sedangkan insan biasa hanya bisa menikmati sebagian kecil. Indikator pendekatan ini yaitu penemuan teknologi canggih apat mempermudah dan membantu kehidupan insan sehari-hari.
6. Pendekatan Ishlah (Perbaikan)
Pelepasan beban dan belenggu-belenggu yang bertujuan mempunyai kepekaan terhadap penderitaan orang lain, sanggup menganalisis kepincangan-kepincangan yang lemah, mempunyai komitmen memihak bagi kaum yang tertindas, dan berupaya menjembatani perbedaan paham.[6]
Selain keterangan di atas, ada beberapa pendekatan yang sanggup di gunakan dalam pendidikan islam berdasarkan Prof. DR. H. Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, yaitu:[7]
a) Pendekatan pengalaman
Pendekatan pengalaman yaitu derma pengalaman keagamaan kepada akseptor didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan baik secara individual maupun kelompok.
Syaiful bahri Djamrah dkk, menyatakan bahwa pengalaman yang dilalui seseorang yaitu guru yang terbaik. Pengalaman merupakan guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapa pun juga, berguru dari pengalaman yaitu lebih dari sekedar bicara dan tidak pernah berbuat sama sekali.
Meskipun pengalaman diharapkan dan selalu dicari selama hidup, namun tidak semua pengalaman sanggup bersifat mendidik, karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik. Suatu pengalaman dikatakan tidak mendidik jikalau pendidik tidak membawa akseptor didik ke arah tujuan pendidikan akan tetapi ia menyelewengkan akseptor didik dari tujuan itu, misalnya mengajar anak menjadi pencuri. Karena itu ciri-ciri pengalaman yang educatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang yang berarti bagi anak, kontinyu dengan kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan, dan juga sesamanya. Pepatah Arab menyampaikan : “ Ilmu tanpa diiringi dengan amal (pengalaman) bagaikan pohon tanpa buah”.
Betapa tingginya nilai suatu pengalaman, maka disadari akan pentingnya pengalaman bagi perkembangan jiwa akseptor didik sehingga dijadikanlah pengalaman itu sebagai suatu pendekatan. Maka jadilah “pendekatan pengalaman” sebagai fase yang gres dan diakui pemakaiannya dalam pemdidikan. Belajar dari pengalaman lebih baik dibandingkan dengan sekedar bicara, tidak pernah berbuat sama sekali. Pengalaman yang dimaksud disini adalah pengalaman yang sifatnya mendidik, dikatakan demikian, karena ada pengalaman yang bersifat tidak mendidik menyerupai mengajari anak KKN.
b) Pendekatan pembiasaan
pembiasaan yaitu suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa di rencanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa di pikirkan lagi. Dengan penyesuaian pendidikan memperlihatkan kesempatan kepada akseptor didik terbiasa mengamalkan aliran agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.
Berawal kepada penyesuaian itulah akseptor didik membiasakan dirinya menuruti dan patuh kepada aturan-aturan yang berlaku di tengah kehidupan masyarakat.
c) Pendekatan emosional
Pendekatan emosional ialah perjuangan untuk menggugah perasaan dan emosi akseptor didik dalam meyakini aliran islam serta sanggup mencicipi mana yang baik dan mana yang buruk.
Emosi yaitu tanda-tanda kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi tersebut berafiliasi dengan problem perasaan. seseorang yang mempunyai perasaan niscaya sanggup mencicipi sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Di alam perasaan rohaniah tercakup perasaan intelektual, perasaan estetis dan perasaan etis, perasaan sosial dan perasaan harga diri.
d) Pendekatan rasional
Pendekatan rasional yaitu suatu pendekatan mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan mendapatkan kebesaran dan kekuasaan Allah.
Manusia yaitu makhluk ciptaan maha pencipta yaitu Allah SWT, yang diciptakannya dengan tepat dan berbeda dengan ciptaannya yang lain.
Perbedaan insan dengan makhluk lain terletak, pada akal, insan mempunyai budi sedangkan makhluk yang lainnya hewan dan sejenisnya tidak mempunyai akal. Dalam al-quran Allah menyuruh insan untuk memakai akalnya, diantaranya firman Allah SWT:
Artinya:
bqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
“ pikirkanlah hai orang-orang yang mempunyai kecerdasan budi (berakal)” (Q.S.al-baqarah: 197)
Dengan kekuatan akalnya insan sanggup membedakan mana perbuatan baik dan mana perbuatan yang jelek serta dengan budi pula insan sanggup menerangkan dan membenarkan adanya Allah SWT maha pencipta diatas segala sesuatu di dunia ini.
e) Pendekatan fungsional
Pengertian fungsional yaitu perjuangan memperlihatkan materi agama menekankan kepada segi kemanfaatan bagi akseptor didik dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Ilmu agama yang dipelajari oleh akseptor didik di sekolah bukanlah hanya sekedar melatih otak tetapi diharapkan berkhasiat bagi kehidupan akseptor didik, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosial. Dengan agama akseptor didik sanggup meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dengan demikian dengan pendekatan fungsional berarti akseptor didik sanggup memanfaatkan aliran dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya:
خير الناس انفعهم للناس
“sebaik-baik insan yaitu orang yang memberi manfaat (nilai guna) bagi manusia.” ( al-Hadits)
f) Pendekatan keteladanan
Pendekatan keteladanan yaitu memperlihatkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang bersahabat antara personal sekolah, sikap pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencerminkan adat terpuji, maupun yang tidak eksklusif melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
Keteladanan pendidik terhadap akseptor didik merupakan kunci keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak. Hal ini karena pendidik yaitu figur terbaik dalam pandangan anak yang akan di jadikannya sebagai teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam segala aspek kehidupannya atau figur pendidik tersebut terpatri dalam jiwa dan perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya.
g) Pendekatan terpadu
Pendekatan terpadu yaitu pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan memadukan secara serentak beberapa pendekatan. Pendekatan terpadu dalam pendidikan agama Islam meliputi : pendekatan (a) keimanan memperlihatkan peluang kepada akseptor didik untuk mengembangkan pemahaman adanya yang kuasa sebagai sumber kehidupan makhluk sejagat ini; (b) pengalaman, memperlihatkan kesempatan kepada akseptor didik untuk mempraktekkan dan mencicipi hasil-hasil pengalaman ibadah dan adat dalam kehidupan; (c) pembiasaan, memperlihatkan kesempatan kepada akseptor didik untuk membiasakan sikap dan sikap baik yang sesuai dengan aliran islam dan budaya bangsa dalam menghadapi problem kehidupan; (d) rasional, perjuangan memperlihatkan peranan kepada rasio (akal) akseptor didik dalam memahami dan membedakan berbagai materi ajar materi pokok serta kaitannya dengan perilaku yang baik dengan perilaku yang jelek dalam kehidupan duniawi; (e) emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) akseptor didik dalam menghayati sikap yang sesuai dengan aliran agama dan budaya bangsa ; (f) fungsional, menyajikan bentuk semua materi pokok (al-Quran, Aqidah, Syariah, Akhlak, dan Tarikh), dan segi keuntungannya bagi akseptor didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas; dan (g) keteladanan, yaitu menjadikan figur guru agama dan tenaga pendidikan lainnya maupun orang renta akseptor didik, sebagai model yang akan di teladani oleh akseptor didik dalam segala aspek kehidupan.
4. Teknik dalam pendidikan Islam
Istilah teknik secara bahasa berarti cara atau kepandaian menciptakan atau melaksanakan sesuatu. Sedangkan secara terminologis, teknik sanggup didefinisikan sebagai cara yang lebih khusus atau spesifik yang digunakan oleh pendidik untuk mengajar ( atau menguji) suatu kemahiran atau aspek dalam wujud aktivitas, strategi, atau taktik, dan materi atau alat yang terkait dengannya. Teknik lebih bersifat implementatif yang merupakan kegiatan spesifik yang sebenarnya terjadi dalam kelas. Teknik harus konsisten dengan metode dan tidak bertentangan dengan pendekatan. Teknik merupakan cara operasional yang diterapkan oleh pendidik dalam proses pembelajaran.[8]
Realisasi dari metode pendidikan islam di atas sanggup diaplikasikan dengan cara-cara mudah yang disebut dengan teknik pendidikan islam. Adapun teknik-teknik pendidikan islam adalah:[9]
1. Teknik periklanan (Al-Ikhbariyah) dan teknik Pertemuan (Al-Muhadharah)
Teknik yang dilakukan dengan cara memasang iklan, pemberitahuan. Teknik ini pun sanggup dilakukan dengan tatap muka eksklusif
Untuk merealisasikan metode ini, sanggup digunakan model metode sebagai berikut:
a. Teknik Ceramah (Lecturing/al-Mawidhah)
Menurut Rasyid Ridla mengartikan al-Mawidhah dengan memberi nasehat dan peringatan yang baik dan benar, yang sanggup menyentuh hati, biar akseptor didik terdorong untuk berakvifitas baik.
b. Teknik Tulisan (Al-Kitabah)
Teknik yang dilakukan dengan cara berbagi informasi kepada akseptor didik melalui resume tulisan, diklat, buku modul, buku literatur, serta brosur-brosur.
2. Teknik Dialog (Hiwar)
Teknik yang dilakukan dengan penyajian suatu topik problem yang dilakukan melalui obrolan antara pendidik dan akseptor didik.
Untuk merealisasikan teknik obrolan sanggup digunakan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Teknik Tanya Jawab (Al-As’ilah wa Ajwiban)
Teknik yang dilakukan dengan mengajukan banyak sekali pertanyaan yang sanggup membimbing orang yang ditanya untuk mengemukakan kebenaran dan hakikat yang sesungguhnya.
b. Teknik Diskusi (Al-Niqasy)
Teknik ini dilakukan dengan cara penyajian materi pelajaran. Dalam teknik ini, pendidik memperlihatkan kesempatan pada akseptor didiknya untuk mengadakan pembicaraan ilmiah, baik secara individu maupun kelompok dan mengumpulkan pendapat, menciptakan kesimpulan, atau menyusun alternatif pemecahan suatu masalah.
c. Teknik Bantah-bantahan (Al-Mujadalah)
Teknik ini hampir sama dengan teknik diskusi, hanya saja teknik ini diikuti oleh akseptor yang heterogen, yang mungkin berbeda ideologi, agama, prinsip, filsafat hidup, atau perbedaan-perbadaan lainnya.teknik ini bertujuan untuk memengaruhi atau bahkan memaksa akseptor biar mengikuti keinginannya, sehingga teknik ini berkesan saling menjatuhkan dan mengalahkan lawan, serta ingin mempertahankan pendapat pribadi.
d. Teknik Brainstorming (Sumbang Saran)
Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar yang mana seorang pendidik di dalam kelas melontarkan sejumlah pertanyaan dan problem untuk kemudian akseptor didik di tuntut untuk menjawab dan menyatakan pendapat atau berkomentar, sehingga memungkinkan problem tersebut bermetamorfosis problem baru.
3. Teknik Bercerita (Al-Qishash)
Teknik yang dilakukan dengan cara bercerita, mengungkapkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang mengandung ibrah (nilai moral, sosial, dan rohani) bagi seluruh umat insan di segala kawasan dan zaman, baik mengenai kisah yang bersifat kebaikan yang berakibat baik maupun kisah kezaliman yang berakibat jelek di masa lalu.
4. Teknik Metafora (Al-Amtsal)
Muhammad Rasyid Ridlo dalam al-Manar bahwa al-Amtsal yaitu perumpamaan baik berupa ungkapan, gerak, maupun melalui gambar-gambar.
Teknik metafora sanggup direalisasikan melalui bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Simbolis Verbal
b. Teknik Karyawisata (Al-Rihlah Al-Ilmiyah)
5. Teknik Imitasi (Al-Qudwah)
Teknik yang dilakukan dengan cara menampilkan seperangakat teladan bagi diri pendidik untuk akseptor didik melalui komunikasi transaksi di dalam kelas maupun di luar kelas.
Teknik imitasi sanggup direalisasikan melalui bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Teknik Uswatun Hasanah
Teknik uswatu hasanah sanggup dijadikan sebagai teknik tersendiri, karena mempunyai persyaratan sebagaimana teknik-teknik lainnya. Teknik digunakan dengan cara memperlihatkan teladan teladan yang baik, yang tidak hanya memberi di dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
b. Teknik Demonstrasi dan Dramatisi (Al-Tathbiq)
Teknik yang digunakan dengan cara mengajarkan melalui kegiatan-kegiatan eksperimen, sehingga membentuk kerangka verbal yang di sertai dengan kerja fisik atau pengoperasian peralatan, barang atau benda.
c. Teknik Permainan dan Simulasi (Game and Simulation)
Teknik yang dilakukan dengan cara pengajaran dalam situasi yang sesungguhnya.
6. Teknik Drill (Al-Mumarosah Al-Amal)
Teknik yang dilakukan dengan cara memperlihatkan pekerjaan pada akseptor didik secara kontinu biar akseptor didik sanggup terbiasa melakukannya. Bentuk-bentuk teknik drill sanggup direalisasikan dalam bentuk teknik sebagai berikut:
a. Teknik Inquiry (Kerja Kelompok)
Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar pada sekelompok akseptor didik untuk bekerja sama dan memecahkan problem dengan cara mengerjakan kiprah yang diberikan padanya guna mencapai tujuan yang diinginkan.
b. Teknik Discovery (Penemuan)
Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar akseptor didik yang melibatkan dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi, seminar, membaca, dan mencoba sendiri biar akseptor didik terbiasa dan sanggup berguru sendiri.
c. Teknik Micro Teaching
Teknik yang dilakukan dengan cara memperlihatkan kegiatan mengajar pada akseptor didik, yang segalanya dikecilkan dan disederhanakan. Kegunaan teknik ini yaitu mempersiapkan diri akseptor didik sebagai calon guru untuk menghadapi pekerjaan mengajar sepenuhnya di muka kelas dengan memperoleh nilai tambah atas pengetahuan, kecakapan, dan sikap sebagai guru yang profesional.
d. Teknik Modul Belajar
Teknik yang digunakan dengan cara mengajar akseptor didik melelui paket berguru berdasarkan performance atau kompetisi.
e. Teknik Belajar Mandiri (Independent Study)
Teknik yang dilakukan dengan cara menyuruh akseptor didik biar berguru sendiri, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Teknik ini juga disebut dengan teknik otodidak.
7. Teknik Pengambilan Pelajaran dari suatu insiden (Ibrah)
Muhammad Rasyid Ridlo mengartikan ibrah dengan suatu kondisi yang sanggup menghantar pengetahuan, dari pengetahuan kasatmata menuju pengetahuan abstrak, baik melaui perenungan(ta’amul), pemikiran (tafakkur), maupun mengingat (tadzakkur).
8. Teknik Pemberian Janji dan Ancaman (Targhib Wa Tarhib)
Teknik taghrib dan tarhib sanggup berbentuk teknik-teknik sebagai berikut:
a. Teknik Pemberian Bimbingan dan Ancaman
b. Pemberian Motivasi dan Peringatan (Al-Tasywiq dan Al-Tadzkir)
c. Teknik Anugerah dan Hukuman (Tsawab dan Iqab)
9. Teknik Koreksi dan Kritik (Al-Tanqibiyah)
Teknik yang dilakukan dengan cara pembahasan dan penyelidikan terhadap sustu topik materi dalam suatu buku, atau pendapat seorang guru, yang diberikan kepada akseptor didiknya, untuk kemudian dikritisi dengan cara mencari kelemahan-kelemahannya dan sanggup dibanding-bandingkan dengan pendapat atau buku yang lain.
10. Teknik Perlombaan (Al-Musabaqah)
Teknik yang dilakukan dengan cara memperlihatkan pelajaran kepada akseptor didik melalui upaya yang bersifat kompetisi antara akseptor satu dengan akseptor didik lainnya.
11. Teknik Qawa’id (Pengajaran Berdasarkan Kaidah)
Suatu teknik yang digunakan oleh seorang pendidikan untuk menjelaskan kaidah-kaidah bahasa yang benar sesuai dengan cara akseptor didik membaca atau menulis suatu bacaan. Dengan demikian, pengetahuan akseptor didik sanggup dikoreksi.
KESIMPULAN
Dari materi pembahasan di atas sanggup disimpulkan bahwa perbedaan antara pendekatan, metode, taktik atau teknik pendidikan dan pembelajaran, namun semuanya mengacu pada upaya mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan tujuan pendidikan yang diterapkan. Perbedaan pendidik, akseptor didik, waktu, dan kawasan juga menjadi pertimbangan dalam menentukan pendekatan, metode, dan teknik untuk mewujudkan efektivitan dan efisiensi pembelajaran. Di sisi lain, keberhasilan pendidik juga ditentukan oleh konsisten, kontinuitas, kesabaran, totalitas (jiwa raga), dan komunikasi yang baik antara pendidik dan akseptor didik.
Demikianlah makalah yang sanggup kami susun. Apabila terdapat kesalahan baik yang disengaja maupun tidak, kami minta maaf. Demi tersempurnanya makalah ini, tidak lepas dari kritik dan saran pembaca. Terima kasih atas perhatiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2006.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kencana media. 2006.
Ramayulis, H. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kalam mulia.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
[1] Moh. Roqib. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta:LKiS Group. 2011. Hal 89
[2] Bukhari Umar. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. Hal. 180
[3] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2005. Hal 131
[4] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2006. Hal 167
[5] Op. Cit. Bukhari Umar. Hal. 189-192
[6] Ibid. Hal.182-185
[7] H. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kalam mulia. Hal. 169-175
[8] Op. Cit. Moh. Roqib. Hal. 92
[9] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kencana media. 2006. Hal. 183-209
Advertisement