HIKMAH DAN RAHASIA DISYRIATKAN IBADAH
Makalah
Dipresentasikan Pada Mata Kuliah Fiqih
Semester Ganjil 20xxxxx
Dosen Pembimbing : xxxxxxxxxx
Oleh Kelompok7:
1. ........................................
2. ........................................
3. .........................................
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUSJURUSAN TARBIYAH /PAITAHUN 20XXXX
A. PENDAHULUAN
Pada ketika ini, bersama dengan kemajuan aneka macam bidang, dalam memahami anutan Allah, muncul kecenderungan untuk menguak apa belakang layar di balik perintah-Nya. Seperti cara pandang seorang dokterdipakai untuk menguak belakang layar salat tahajjud, cara pandang sosiolog digunakan untuk menganalisa mengapa Allah memancarkan Islam dari tanah Arab, metodologi jago biologi-fisiologi digunakan untuk menyingkap belakang layar mengapa najis anjing perlu dihilangkan dengan menggunakan debu, dan lain sebagainya. Semua itu berhasil menampakkan diri ke alam realitasmberkat ketundukkan kepada syariat, kecanggihan, dan kritisme cara berfikir. Pertanyaan yang dulu dianggap mauquf dan cukup dijawab dengan konsep ta’abbudi, kini sanggup dijawab dengan menggunakan hikmah-hikmah dibalik syariah. Selain sanggup membangkitkan kekaguman kepada syariat, menambah gairah untuk beribadah, dan husn azh zhan kepada Allah. Sehingga dalam hal ini, pesan yang tersirat sanggup menjadi obat bagi hati yang sakit, solusi bagi nafs yang memberontak, dan kendali bagi nalar biar tunduk kepada syariat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hakikat pesan yang tersirat dalam tinjauan kebahasaan?
2. Apa pesan yang tersirat disyariatkannya ibadah?
3. Apakah macam-macam pesan yang tersirat itu?
4. Bagaimana dampak ibadah bagi seorang muslim?
C. PEMBAHASAN
Ø Hikmah Dalam Tinjauan Kebahasaan (Pengertian Hikmah)
Hikmah dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yaitu al hikmah. Kata ini sanggup berarti kebijaksanaan, pepatah, filsafat, kenabian, Al Quran, keadilan dan lain-lain.[1] Sedangkan dalam buku kuliah ibadah yang ditulis Teungku M. Hasbi Ash-Shiddiqie yang dimaksud dengan pesan yang tersirat ialah :
أَلْعِلَلُ الْعَقْلِيَّةُ الْمُنَاسَبَةُ لِلْحُكْمِ.
“illah-illah atau rahasia-rahasia yang berdasar nalar yang ada persesuaian antaranya dengan hukum”.[2]
Berbeda dengan pengertian di atas, pesan yang tersirat berdasarkan Ibnu Manzhur ialah pengetahuan ihwal suatu yang paling luhur (utama), dengan menggunakan metodologi pengetahuan yang juga paling luhur ( ma’rifah afdhal al asyya bi afdhal al ‘ulum).[3] Sebagian ulama mengartikan pesan yang tersirat dengan setiap ucapan yang sesuai dengan kebenaran. Namun ada juga yang mengartikan pesan yang tersirat sebagai menempatkan seuatu pada tempanya, atau sebuah final yang baik (al ‘aqibah al mahmudah). [4]
Melihat begitu banyaknya arti kata al hikmah, (dan mustahil kami men-tajrih-nya, maka al hikmah tetap menjadi cakupan makna yang cukup luas, dengan batasan tetap mengandung unsur ilmu, sanggup menggiring insan untuk berinfak (baik), dan sanggup menciptakan seseorang lebih bersahabat dalam mengenal Allah beserta keagungan-Nya. Itulah sebernarnya yang dimaksud dengan pesan yang tersirat dalam bahasan ini.
Apabila tiap-tiap ibadah di dalam syari’at Islam diteliti dan diselami pesan yang tersirat dan rahasianya, nyatalah tak ada sesuatu ibadah yang kosong dari hikmah. Cuma saja, pesan yang tersirat itu ada yang terang dan ada yang tersembunyi.
Para muhaqiq beropini :
لِكُلِّ عَمَلٍ مِنْ اَعْمَالِ الشَّرْعِ : مِنَ الْعِبَادَاتِ اَوِالْاَخْلاَقِ الْمَحْمُودَةِ مِنْهَا وَالْمَذْمُومَةِ. حَكْمٌ فِيْ الْاَصْلِ يَخُصُّهُ, وَحِكَمٌ تُخَصِّصُهُ وَسِرٌّ يَقْتَضِيْهُ.
“Bagi tiap-tiap amal dari amalan-amalan syara’, baik ibadah, ataupun adat, maupun ahklak, terpuji ataupun tercela, ada aturan pada asalnya yang tentu baginya, ada ikmah-hikmah yang mengistimewakannya dari yang lain dan ada belakang layar yang menghendakinya”.
Hikmah dalam ushul fiqh
Hikmah juga sangat terkait dengan duduk kasus hukum. Di mana dalam menetapkan sebuah hukum, Allah senantiasa menyelipkan pesan yang tersirat di dalamnya. Sebagai teladan sanggup dilihat dalam firman Allah,
ولكم في القصاص حياة يا أولي الألباب لعلكم تتقون
“Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kau bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 179)
Tujuan pemberlakuan qishas ialah untuk manjaga kelangsungan hidup masyarakat. Karena hanya dengan aturan semacam inilah pelaku kejahatan berat akan berpikir dua kali sebelum melaksanakan kejahatan.[5]
Ø Hikmah Agung Disyariatka Ibadah
Sebagaimana yang telah difirman Allah SWT yaitu:
يا أيها الذين آمنوا استجيبوا لله وللرسول إذا دعاكم لما يحييكم واعلموا أن الله يحول بين المرء وقلبه وأنه إليه تحشرون
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah undangan Allah dan undangan Rasul apabila Rasul menyeru kau kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara insan dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kau akan dikumpulkan.” (QS. Al-Anfaal:24)
Ayat ini menujukkan bahwa keadilan dan kemaslahatan merupakan sifat yang selalu ada pada semua ibadah. Ayat ini juga sekaligus menjelaskan pesan yang tersirat agung dari semua ibadah yang disyariatkan Allah SWT, yaitu hidupnya hati dan jiwa insan yang merupakan sumber kebaikan dalam dirinya, hanya sanggup dicapai dengan beribadah kepada Allah dan menetapi ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya.[6]
Imam Ibnul Qayyim juga menjelaskan bahwa ibadah yang disyriatkan Allah bukanlah untuk menyusahkan manusia, melainkan semua ibadah yang disyariatkan kepada hamba-Nya merupakan qurratul ‘uyuun (penyejuk pandangan mata), serta kesenangan dan kenikmatan bagi hati insan di dunia maupun di akhirat.[7]
Tak sanggup diragukan bahwa : tiap-tiap aturan syar’i mengandung suatu kemaslahatan, tak ada ibadah yang kosong dari hikmah. Antara amal dengan pembalasannya ada persesuaian.
Ø Macam-Macam Hikmah
Dalam buku kuliah ibadah dari Teungku Mhammad Hasbi Ash Shiddie disebutkan belakang layar pesan yang tersirat dari ibadah yang diwajibkan (disyariatkan) kepada setiap setiap muslim, yaitu diantaranya:
1. Sembahyang (sholat) disyariatkan untuk mengingatkan insan kepada Allah dan bermunajat kepadanya. Seperti yang terdapat dalam kitabullah,
.......اَقِمِ الصَّلَوةَ لِذَكْرِى )طه : ١٤ (
“ ..........dirikanlah sholat untuk mengingat Daku”.(QS. Thaha/20:14)[8]
Hikmah dari sholat juga mencegah insan dari perbuatan keji dan munkar. Apabila seorang insan telah mengingat Allah, dengan sendirinya terhindarlah ia dari segala kekejian dan kemunkaran lantaran sholat melarang insan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tersebut.
2. Zakat disyariatkan untuk mengikis kekikiran dan untuk mencukupkan kebutuhan para fuqara dan masakin. Seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw:
تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَاءِهِمْ فَتُرَدُّ اِلَى فُقَرَاءِهِمْ.
“Diambil dari hartawan-hartawan mereka kemudian diberikan kepada orang-orang fakir mereka”.(HR. Bukhari-Muslim)[9]
Dengan melaksanakan zakat orang yang memiliki harta berlebih telah terlepas dari siksaan Allah, dan bersihlah nama mereka yaitu keluar dari golongan orang-orang yang dinamakan bakhil, tamak, loba yang tercela oleh agama.
Dengan membayar zakat pula, jiwa menjadi terdidik, sifat tolong-menolong, sebenarnya makin mengakar dalam jiwa. Tujuan utama zakat ialah untuk kepentingan masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dan kemakmuaran.[10]
3. Puasa disyariatkan untuk mematahkan dorongan nafsu dan untuk menyiapkan ketaqwaan insan kepada Allah. Seperti dalam Firman Allah swt.:
.....لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ۞
“Supaya menyiapkan kau bertakwa kepada Allah”.( QS. Al-Baqarah : 183)[11]
Menurut Ibnu Mas’ud dan Zainak Abidin S. Hikmah dan belakang layar puasa ada beberapa macam yaitu:[12]
v Keadilan
Orang yang berpuasa manahan haus dan lapar dari pagi sampai petang hari. Ia akan mencicipi betapa pahit dan getirnya mencicipi haus dan lapar, yang dialami oleh mereka yang hidup kekurangan.
v Kesehatan
Rahasia lan dari puasa ialah menjauhkan insan dari penyakit yang disebabkan oleh zat-zat masakan yang masuk ke dalam perut. Banyaknya zat tersebut sering menjadikan kekacauan dalam pikiran dan kebimbangan dalam hati.
v Untuk melindungi diri dari erbuatan keji
Tujuan berpuasa semata-mata lantaran Allah dan mengharap pahala dari-Nya. Allah tidak mendapatkan persembahan dari hamba-Nya yang telah dinodai dengan barang keji. Sehingga insan harus berhenti dari perbuatan keji. Seperti yang telah disabdakan Rasulullah saw:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي ص.م. قَالَ : وضالصِّيَامُ جثنَّةٌ فَاِذَا كَانَ يَومُ صَوْمِ اَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ. (رواه البخار)
“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW., Beliau bersabda : puasa itu sebagai perisai, apabila seseorang berpuasa, maka janganlah ia mencaci maki orang dan jangan pula menaruh dendam kesumat”. (HR. Bukhori)
4. Haji, disyariatkan untuk memuliakan syiar-syiar agama. Firman Allah swt.:
اِنَّ الصَّفَا وَاْلمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ الله..... ۞
5. Hudud (hukuman-hukuman had) dan kaffarat-kaffarat, disyariatkan untuk mempertakutkan insan dari mengerjakan kemaksiatan. Allah berfirman dalam kitab-Nya:
لِيَذُوْقَ وَبَالَ اَمْرِهِ........(الماءىدة)
“supaya ia mencicipi kepahitan urusannya”. (QS. Al Maidah :95)[14]
Ø Pengaruh Ibadah Bagi Seorang Muslim
Syariat Islam yang meliputi kepercayaan (keyakinan), ibadah, dan muamalah, diturunkan oleh Allah SWT dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan hikmah-Nya yang Maha tepat untuk kebaikan dan kamaslahatan hidup manusia. Karena fungsi utama petunjuk Allah dalam al-Quran dan sunah Rasulullah saw ialah untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa insan dari semua kotoran dan penyakit yang menghalangi dari semua kebaikan dalam hidupnya. Seperti dalam Firman Allah yang berbunyi:
لقد من الله على المؤمنين إذ بعث فيهم رسولا من أنفسهم يتلو عليهم آياته ويزكيهم ويعلمهم الكتاب والحكمة وإن كانوا من قبل لفي ضلال مبين
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka ialah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imron : 164)
Pengaruh-pengaruh ibadah bagi seorang muslim di antaranya:
1. Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.
2. Kemudahan semua urusan dan jalan keluar (solusi) dari semua kasus dan keulitan yang dihadapi.
3. Penjagaan dan taufik dari Allah azza wa jalla.
4. Kemanisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan iman.
5. Keteguhan dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama Allah.
D. KESIMPULAN
Dari aneka macam pemaparan di atas sanggup ditarik kesimpulan:
1. Hikmah ialah unsur ilmu yang sanggup menggiring insan untuk berinfak shaleh dan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta serta mengenal-Nya dan semua kaegungan-Nya.
2. Hikmah dari ibadah yang telah disyariatkan Allah SWT kepada hamba-Nya antara lain untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia, menawarkan kebahagiaan, kesenangan, dan kenikmatan yang hakiki alam diri manusia.
3. Hikmah-hikmah ibadah wajibat berdasarkan Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yaitu: Sembahyang (sholat) disyariatkan untuk mengingatkan insan kepada Allah dan bermunajat kepadanya, zakat disyariatkan untuk mengikis kekikiran dan untuk mencukupkan kebutuhan para fuqara dan masakin, Puasa disyariatkan untuk mematahkan dorongan nafsu dan untuk menyiapkan ketaqwaan insan kepada Allah, Haji, disyariatkan untuk memuliakan syiar-syiar agama, Hudud (hukuman-hukuman had) dan kaffarat-kaffarat, disyariatkan untuk mempertakutkan insan dari mengerjakan kemaksiatan.
4. Ibadah menawarkan pengaruh-pengaruh positif pada diri manusia, yaitu: Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat, akomodasi semua urusan dan jalan keluar (solusi) dari semua kasus dan keulitan yang dihadapi, penjagaan dan taufik dari Allah azza wa jalla, kemanisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan iman, keteguhan dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Atabik dan Zuhdi Muhdlor. 1999. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Jogjakarta: Multi Karya Grafika.
Ash-Shiddieqy , Teungku Muhammad Hasbi. 2000. Kuliah Ibadah. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
As-Sa’di , Abdurrahman. Taisirul Karimir Rahman.
Luthfi , Habib Muhammad bin Yahya. 2009. Kearifan Syariat. Surabaya: Khalista.
Mas’ud, Ibnu dan Zainal Abidin S. Fiqih Madzab Syafi’i. 2000. Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhammad bin Makram bin Manzhur Al Mishri. Tt. Lisan Al ‘Arab. Kairo: Darul Ma’arif. Jilid 11
Qayyim, Ibnul. Ighaatsatul lahfaan(mawaridul aman).
[1] Atabik Ali dan Zuhdi Muhdlor. 1999. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Jogjakarta: Multi Karya Grafika. Hlm 786-787
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. 2000. Kuliah Ibadah. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Hlm 86
[3] Muhammad bin Makram bin Manzhur Al Mishri. Tt. Lisan Al ‘Arab. Kairo: Darul Ma’arif. Jilid 11 hlm 951
[4] Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. 2009. Kearifan Syariat. Surabaya: Khalista. Hlm 3
[5] Ibid. Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Hlm 6
[6] Abdurrahman as-Sa’di. Taisirul Karimir Rahman. Hlm 213
[7] Ibnul Qayyim. Ighaatsatul lahfaan(mawaridul aman). Hlm 75-76
[8] Ibid. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Hlm 86
[9] Idem. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
[10] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S. Fiqih Madzab Syafi’i. 2000. CV Pustaka Setia. Bandung. Hlm 563
[11] Ibid. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Hlm 87
[12] Ibid. Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S. Hlm 613-616
[13] Idem. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
[14] Idem. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
Advertisement